Minggu, Juli 19, 2009

Ma, Kapan Ada Bom Lagi?


Minggu, 19 Juli 2009 | 08:54 WIB
Laporan wartawan KOMPAS.com Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com — Cerita ini mungkin menjadi sisi lain dari berbagai cerita yang datang dari lokasi ledakan bom Mega Kuningan yang menyentak Indonesia, bahkan dunia, pada Jumat (17/7) lalu.

"Ma, kapan ada bomnya lagi?" tanya seorang bocah perempuan dengan polosnya. Nia, nama gadis cilik itu, hari Sabtu (18/7) kemarin diajak kedua orangtuanya mengunjungi lokasi ledakan di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta Selatan.

Mendengar pertanyaan si anak, sang ibu hanya menjawab singkat, "Ah, mana mama tau," kata ibunya.

Nia, yang berdiri tepat di samping Kompas.com pun sempat berbincang sebentar. Saat ditanya, kenapa ingin melihat bom, jawaban polos kembali meluncur dari siswi kelas 1 SD itu. "Seru aja," katanya singkat.

Ketika diajak ngobrol lebih jauh, Nia hanya mesam-mesem. Ibu Nia, Fatma, mengaku mengajak anaknya hanya karena penasaran ingin melihat langsung sisa-sisa kerusakan akibat bom yang membawa korban puluhan orang itu. "Hari ini (kemarin) libur, jadi sama suami ngajak anak-anak juga pengin lihat," ujar Fatma.

Akhir pekan kemarin, kawasan lokasi ledakan di Mega Kuningan itu memang ramai dengan kunjungan warga yang kebanyakan datang bersama keluarganya. Tak sedikit pula yang membawa bocah-bocah kecil yang mungkin belum mengerti tragedi apa yang sedang disaksikannya. Ritual wajib, mengabadikan pose berlatar belakang sisa-sisa yang tampak dari ledakan.

Psikolog Ieda Poernomo Sigit Sidi mengatakan, karakter masyarakat Indonesia memang masih menjadikan suasana pascabencana sebagai sebuah 'wisata'. Membawa anak-anak ke lokasi bencana, menurutnya, tidak akan membawa dampak positif bagi anak jika tak diberikan pemahaman.

"Anak-anak itu mungkin masih menganggap bom itu seperti kembang api, menyenangkan bagi dia. Tapi, si anak belum menangkap bahwa ada peristiwa tragis di balik itu. Ia hanya melihat sebuah keramaian dan itu menyenangkan bagi anak-anak," kata Ieda, saat dihubungi Sabtu malam.

Ia menyarankan agar orangtua memberikan penjelasan kepada sang anak bahwa kerusakan yang dilihat adalah perbuatan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. "Berikan penjelasan, akibat perbuatan tersebut, ada orang yang meninggal dunia dan terluka. Tapi, karakter masyarakat kita memang masih memiliki kesenangan 'menonton' bencana. Ini yang harus kita ubah," ujar Ieda.

Membawa anak-anak ke lokasi bencana, seperti lokasi ledakan bom, akan bermanfaat jika anak-anak akhirnya memahami bahwa mereka tengah berhadapan dengan kejahatan kemanusiaan. Dari situ diharapkan muncul rasa empati, menghormati, dan menyayangi antarsesama manusia.

sumber : http://www.kompas.com/



Baca juga yang ini nih



0 komentar:

Posting Komentar